JAKARTA - Gunung bukan sekadar tempat menaklukkan ketinggian, melainkan ruang untuk belajar menghargai alam dan batas diri. Namun sayangnya, tidak semua pendaki memahami hal itu. Baru-baru ini, sekelompok pendaki ilegal nekat mendaki Gunung Gede Pangrango di Jawa Barat, padahal seluruh jalur pendakiannya tengah ditutup sementara oleh Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
Kejadian ini terungkap melalui unggahan video di akun Instagram resmi Balai TNGGP pada Kamis, 23 Oktober 2025. Dalam video tersebut, para pendaki yang seluruhnya laki-laki tampak mengakui kesalahan mereka dan menyampaikan permintaan maaf. Mereka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya serta mengimbau publik agar tidak melakukan pelanggaran serupa.
“Gunung bukan tempat untuk coba-coba. Masih ada pendaki yang nekat naik saat jalur pendakian ditutup total. Langkah ini bukan hanya melanggar aturan, tapi juga berisiko bagi keselamatan dan kelestarian alam.
Unggahan itu juga menyertakan pesan mendalam, “Mereka yang melanggar telah menyadari kesalahannya dan menyampaikan permintaan maaf. Semoga ini jadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih bijak, sabar, dan menghormati alam. Pendaki cerdas tahu kapan harus berhenti. Mari jaga Gunung Gede Pangrango bersama.”
Penutupan Jalur Demi Alam yang Lebih Bersih
Balai Besar TNGGP sebelumnya telah mengumumkan penutupan seluruh jalur pendakian sejak 13 Oktober 2025. Penutupan dilakukan tanpa batas waktu, sebagai langkah serius mengatasi masalah sampah yang menumpuk dan menahun di kawasan taman nasional tersebut.
Dalam siaran pers tertanggal 10 Oktober 2025, Kepala Balai TNGGP Arief Mahmud menjelaskan bahwa tiga jalur yang ditutup sementara adalah Cibodas, Gunung Putri, dan Selabintana. Para calon pendaki yang telah memesan tiket melalui sistem daring diberikan dua pilihan: pengembalian biaya atau penjadwalan ulang pendakian.
“Penutupan ini merupakan langkah strategis untuk menyelesaikan permasalahan sampah pendakian, serta memperbaiki tata kelola dan sistem pendakian dalam upaya mewujudkan Zero Waste Wisata Pendakian di TNGGP,” bunyi pernyataan resmi di akun Instagram Balai TNGGP, 11 Oktober 2025.
Kolaborasi Bersama untuk Wujudkan Gunung Tanpa Sampah
Tidak hanya menutup jalur, pihak Balai TNGGP juga menggandeng berbagai pihak untuk mengatasi akar permasalahan. Upaya pembersihan melibatkan petugas taman nasional, mitra, akademisi, komunitas pecinta alam, hingga pelaku usaha wisata alam seperti industri outdoor dan penyelenggara hiking. Mereka bergotong royong mengangkut, memilah, dan mengolah sisa sampah pendakian.
Selain itu, pihak balai juga tengah memperbaiki tata kelola pendakian secara menyeluruh. Langkah-langkah tersebut meliputi peninjauan ulang prosedur perizinan dan pendaftaran, penataan basecamp pendakian, peningkatan sarana dan prasarana dasar, serta penyempurnaan mekanisme pengawasan lapangan melalui sistem Siap Gepang.
Kepala Balai TNGGP Arief Mahmud berharap seluruh pihak dapat ikut serta dalam proses ini.
“Kegiatan pendakian akan dibuka kembali setelah seluruh tahapan perbaikan selesai dilaksanakan dan bakal diumumkan secara resmi melalui situs web, serta kanal media sosial Balai Besar TNGGP,” ujarnya.
Operasi Bersih: Bukti Nyata Komitmen terhadap Alam
Sebagai bagian dari program pembersihan, Operasi Bersih (Opsih) digelar pada 11–12 Oktober 2025 di jalur pendakian Selabintana. Kegiatan ini melibatkan 43 personel gabungan, termasuk petugas balai, aparat TNI/Polri, komunitas pecinta alam, dan masyarakat sekitar.
Selama dua hari kegiatan berlangsung, tim berhasil mengumpulkan 15 karung sampah dengan total berat 115,5 kilogram. Sebagian besar sampah berupa plastik kemasan, botol minuman, dan perlengkapan pendakian yang ditinggalkan para pendaki tak bertanggung jawab.
Langkah ini menjadi bagian dari gerakan kolektif menjaga kelestarian Gunung Gede Pangrango, yang dikenal dengan ekosistem hutan hujan tropisnya dan keindahan panorama seperti Alun-Alun Suryakencana.
Masalah Sampah, Luka Lama yang Belum Sembuh
Masalah sampah di Gunung Gede Pangrango bukan hal baru. Beberapa waktu lalu, tumpukan sampah di sekitar jalur pendakian sempat viral di media sosial. Salah satunya melalui video unggahan TikTok @febriherawati4 yang memperlihatkan kantong-kantong sampah berserakan di kawasan Alun-Alun Suryakencana (Surken), padang savana legendaris di kawasan tersebut.
Video itu memicu keprihatinan publik karena memperlihatkan kontras antara keindahan alam dan ulah manusia. Ironisnya, tumpukan sampah ditemukan tak jauh dari spanduk peringatan bertuliskan “Jangan Buang Sampah Sembarangan.”
Upaya bersih-bersih sejatinya bukan baru dilakukan. Tahun sebelumnya, satu ton sampah berhasil dibawa turun oleh relawan dari Basecamp Sauyunan dan Balai Besar TNGGP dalam kegiatan serupa. Meski berbagai upaya sudah dilakukan, Kepala Balai Besar TNGGP Adhi Nurul Hadi mengakui tantangan masih besar.
“Kami telah berusaha mengatasi masalah sampah mulai dari jalur pendakian hingga puncak Gunung Gede, namun faktanya masih banyak sampah yang ditinggalkan pendaki,” ujarnya pada 30 September 2024.
Refleksi untuk Pendaki: Bijak Menjaga Alam, Bukan Menaklukkannya
Kasus pendaki ilegal ini menjadi peringatan keras bagi komunitas pecinta alam. Gunung Gede Pangrango bukan hanya objek wisata, melainkan ekosistem yang perlu dijaga bersama. Pendakian yang bertanggung jawab tak hanya diukur dari kemampuan fisik, tetapi juga kesadaran etika dan rasa hormat terhadap alam.
Balai TNGGP berharap kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi para pendaki agar lebih bijak menentukan waktu dan cara menikmati keindahan gunung. Pendaki sejati tahu kapan harus melangkah, dan kapan harus berhenti demi keselamatan serta kelestarian alam.