BPJPH

Kolaborasi Daerah dan BPJPH Perkuat Ekonomi Halal Nasional

Kolaborasi Daerah dan BPJPH Perkuat Ekonomi Halal Nasional
Kolaborasi Daerah dan BPJPH Perkuat Ekonomi Halal Nasional

JAKARTA - Sertifikasi halal kini tidak lagi dipandang semata sebagai bentuk kepatuhan terhadap ajaran agama, tetapi sebagai instrumen strategis untuk memperkuat ekonomi daerah. 

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) RI, Ahmad Haikal Hasan, menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan langkah penting dalam mewujudkan cita-cita besar Indonesia menjadi pusat halal dunia.

Dalam Rapat Koordinasi Sinkronisasi Program dan Kegiatan Kementerian/Lembaga (K/L) dan Lembaga Pemerintah Nonkementerian (LPNK) dengan Pemerintah Daerah Tahun 2025 yang digelar di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Sumedang, Haikal menyampaikan pandangan tersebut di hadapan para sekretaris daerah (sekda) dan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dari seluruh Indonesia.

Forum itu menjadi ruang penting untuk meninjau capaian program tahun 2025 sekaligus menyusun arah sinkronisasi kegiatan 2026. Dalam kesempatan itu, Babe Haikal—sapaan akrabnya—menekankan bahwa sertifikasi halal mampu menjadi kunci untuk memperkuat potensi ekonomi lokal dan memperluas peluang pasar produk daerah.

Menurutnya, dasar kebijakan ini telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal serta Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024. Regulasi tersebut bukan hanya memberi kepastian hukum terhadap status kehalalan produk, melainkan juga menciptakan peluang baru bagi daerah dalam mengembangkan sektor ekonomi halal yang kini terus tumbuh.

“Sertifikasi halal bukan hanya perlindungan bagi konsumen, tetapi juga peluang bagi pelaku usaha daerah untuk naik kelas. Produk halal akan lebih diterima di pasar global dan memperkuat daya saing ekonomi daerah,” ujar Babe Haikal.

Peran Sentral Pemda dan UMK dalam Ekosistem Halal

Babe Haikal menegaskan bahwa pemerintah daerah (pemda) memegang peran penting dalam percepatan sertifikasi halal. Dukungan pemda, terutama dalam memfasilitasi sertifikasi bagi usaha mikro kecil (UMK), menjadi langkah nyata memperkuat fondasi ekonomi halal nasional.

Ia juga menekankan pentingnya integrasi kebijakan daerah dengan ekosistem halal nasional agar pelaku usaha di daerah dapat berkembang secara berkelanjutan. Kolaborasi lintas sektor, kata Haikal, harus menjadi bagian dari strategi nasional dalam mendorong pertumbuhan industri halal yang berdaya saing.

Menurutnya, konsep halal telah berkembang menjadi simbol universal yang mewakili nilai kesehatan, kualitas, dan kebersihan (symbol of health, quality, and cleanliness). Nilai-nilai tersebut menjadikan produk halal lebih diminati tidak hanya oleh konsumen Muslim, tetapi juga masyarakat global.\

“Halal hari ini bukan lagi sekadar urusan agama, tapi sudah bermetamorfosa menjadi simbol kesehatan, kualitas, dan kebersihan. Dunia menanti itu. Kalau tidak halal, maka tidak bernilai tinggi, karena halal kini menjadi value added,” tambah Babe Haikal.

Pernyataan itu menegaskan bahwa pemda tidak hanya berperan sebagai regulator, tetapi juga sebagai katalis yang membantu UMK menembus pasar ekspor dengan sertifikasi halal sebagai tiket masuknya.

Menuju Indonesia Emas 2045 dan Pusat Halal Dunia

Haikal Hasan menilai, target menjadikan Indonesia sebagai pusat halal dunia merupakan bagian penting dari visi besar Indonesia Emas 2045. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, kebijakan wajib halal kini diterapkan secara menyeluruh sebagai langkah nyata membangun fondasi ekonomi halal yang kokoh dan terintegrasi.

“Pada masa Presiden Prabowo ini, sertifikasi halal kini bersifat mandatori. Dan inilah saatnya kita buktikan kepada dunia bahwa Indonesia siap memimpin sektor halal global,” tegas Babe Haikal.

Ia menambahkan bahwa penerapan wajib halal tidak hanya menjadi kebijakan administratif, melainkan strategi nasional dalam menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan ekspor produk halal, serta memperkuat daya saing industri daerah. 

Dengan kebijakan tersebut, Indonesia diharapkan dapat menjadi contoh global dalam tata kelola ekonomi halal yang transparan dan modern.

Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya sosialisasi, kolaborasi lintas sektor, perbaikan regulasi, serta digitalisasi layanan halal untuk mempercepat pelaksanaan program nasional. Menurutnya, tantangan birokrasi dalam proses sertifikasi dapat diatasi dengan pendekatan digital yang efektif dan efisien.

Digitalisasi Layanan Halal dan Arah Kebijakan 2025–2029

Dalam pandangan Haikal, digitalisasi layanan halal menjadi elemen strategis dalam memastikan transparansi dan menghindari praktik pungutan liar. Sistem digital diharapkan mampu mempercepat pelayanan sekaligus menurunkan biaya sertifikasi bagi pelaku usaha.

Ia menjelaskan bahwa arah kebijakan BPJPH untuk periode 2025–2029 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, dengan fokus pada dua prioritas utama: penguatan ekosistem halal nasional dan transformasi penyelenggaraan jaminan produk halal.

“Arah kebijakan BPJPH tahun 2025–2029 berpedoman pada RPJMN 2025–2029, yakni mendukung prioritas nasional kedua: penguatan ekosistem halal, serta prioritas nasional kedelapan melalui transformasi penyelenggaraan jaminan produk halal,” jelas Babe Haikal.

Haikal menutup pernyataannya dengan penegasan bahwa kebijakan wajib halal harus hadir di seluruh lini kehidupan sosial dan ekonomi. Sertifikasi halal bukan hanya instrumen administratif, tetapi bagian dari pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan.

Dengan sinergi kuat antara pemerintah pusat dan daerah, BPJPH optimistis bahwa ekosistem halal Indonesia akan semakin kokoh, inklusif, dan berdaya saing global. Lebih dari itu, transformasi ini diharapkan menjadi langkah konkret untuk membawa Indonesia benar-benar menjadi pusat halal dunia, yang salah satu kekuatannya tumbuh dari geliat ekonomi daerah.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index